Pada kesempatan kali ini marilah kita simak tentang penjelasan Undang-Undang yang mengatur tindak Pidana dalam Pemalsuan atau manipulasi data yang berlaku di Indonesia. Sekarang ini sedang santer diberitakan disosial media tentang tindak pidana masalah Pemalsuan atau manipulasi data Tenaga Honorer K2, yang dilakukan oleh para pejabat terkait. untuk itu tidak ada salahnya kalau kita paham dan tahu UU yang mengaturnya, silahkan simak dibawah ini :
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dengan perubahannya pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal tersebut si pelaku yang dengan sengaja melakukan Tindak Pidana Pemalsuan data arimistratif diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan Paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda Paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (Dua ratus Lima Puluh Juta Rupiah).
Pemalsuan atau manipulasi data honorer jelas dapat dipidana, karena ada sebuah kejahatan (straf) berupa perbuatan yang mengandung menerbitkan sebuah hak yang dapat merugikan hak orang lain.
Dalam kasus pemalsuan manipulasi data honorer jika dilakukan oleh PNS atau diberikan kewenangan untuk itu dapat dijerat dengan UU.
Dalam kasus pemalsuan manipulasi data honorer jika dilakukan oleh PNS atau diberikan kewenangan untuk itu dapat dijerat dengan UU.
Dengan demikian sangat jelas jika Tindak Pidana Pemalsuan Data Honorer yang dilakukan oleh PNS adalah kejahatan Kerah Putih (white colar Crime) dimana Si Pelaku dalam pemalsuannya tidak berdiri sendiri sebab ada perintah yang menyertainya yang dapat dilakukan oleh atasannya. Jika hal itu terjadi maka atasannya juga dapat dijerat dengan Pasal tersebut.
Pasal 263 Ayat (2) mengandung unsure subyektif dimana Subyek Hukum tersebut atau Si Pelaku selain membuat juga menggunakan data palsu tersebut untuk kepentingan dan tujuan pribadinya. Pemalusuan dilihat dari deliknya maka dikategorikan Absolute Klacht Delict, artinya pidana itu tidak harus ada sebuah pengaduan secara resmi dan Kepolisian wajib untuk melakukan penyelidikan sebagaimana juga diatur dalam Peraturan Kapolri ( PERKAP ) No : 14 tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Karena itu perbuatan pidana harus diselesaikan secara pidana.
Berdasarkan Pasal 55 Ayat (1) KUHP, pelaku disebut dengan pleger dan yang menyuruh ( actor intelektualnya ) disebut dengan medepleger. Pemalsuan atau manipulasi data honorer tersebut termasuk sebuah konspirasi dengan rekayasa yang modusnya sangat terencana.
Dengan demikian Pemalsuan atau manipulasi data honorer tidak datang dari niat pelakunya saja. Misalnya karena sebuah penyuapan ( Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000) dimana yang menyuap dan menerima suap dapat dipidana. Jadi pemalsuan atau manipulasi data dalam penerimaan PNS misalnya sudah menjadi rahasia umum kalau dalam penerimaan Pegawai atau PNS sering dijadikan “lahan pengerukan uang” oleh Para Pejabat dengan cara manipulasi tersebut hal ini terjadi.
Selain Tindak Pidana Korupsi tersebut, pada umumnya yang paling mudah dalam menjerat Tindak Pidana Pemalsuan data adalah dengan menggunakan rumusan tindak pidana umum yang terdapat dalam Pasal 263 ayat (1) dan Ayat (2) KUHP. Seorang Praktisi akan lebih mudah dengan menggunakan Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP yang ancaman pidananya selama 6 Tahun.
Dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, perbuatannya harus dipastikan memenuhi unsure obyektif dimana dengan Pemalsuan data Honorer tersebut dapat menimbulkan Hak bagi orang lain yang berakibat timbulnya sebuah kerugian. Mengenai Penjelasan Kerugian Pasal 263 KUHP ayat ( 1) ini tidak hanya kerugian materi berupa uang, tetapi termasuk juga kerugian sosial, martabat dan harga diri.
Dengan demikian Pemalsuan atau manipulasi data honorer tidak datang dari niat pelakunya saja. Misalnya karena sebuah penyuapan ( Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000) dimana yang menyuap dan menerima suap dapat dipidana. Jadi pemalsuan atau manipulasi data dalam penerimaan PNS misalnya sudah menjadi rahasia umum kalau dalam penerimaan Pegawai atau PNS sering dijadikan “lahan pengerukan uang” oleh Para Pejabat dengan cara manipulasi tersebut hal ini terjadi.
Selain Tindak Pidana Korupsi tersebut, pada umumnya yang paling mudah dalam menjerat Tindak Pidana Pemalsuan data adalah dengan menggunakan rumusan tindak pidana umum yang terdapat dalam Pasal 263 ayat (1) dan Ayat (2) KUHP. Seorang Praktisi akan lebih mudah dengan menggunakan Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP yang ancaman pidananya selama 6 Tahun.
Dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, perbuatannya harus dipastikan memenuhi unsure obyektif dimana dengan Pemalsuan data Honorer tersebut dapat menimbulkan Hak bagi orang lain yang berakibat timbulnya sebuah kerugian. Mengenai Penjelasan Kerugian Pasal 263 KUHP ayat ( 1) ini tidak hanya kerugian materi berupa uang, tetapi termasuk juga kerugian sosial, martabat dan harga diri.
Demikian postingan kali ini semoga dapat bermanfaat bagi rekan-rekan, semoga dengan membaca dan memahami Perundang-undangan ini kita bisa lebih berhati-hati dalam bertindak agar tidak terangkut masalah hukum.
Sumber : M N Rambe